Senin, 08 Desember 2014

Laporan Analisis Bahan Makanan Ikan dan Hasil Perikanan Lain



ANALISIS BAHAN MAKANAN



PERCOBAAN VII
IKAN DAN HASIL PERIKANAN LAIN


NAMA                        : LIA NURMILATUN SAIDAH
NIM                            : K211 13 302
KELOMPOK             : IV (EMPAT)
TGL. PERCOBAAN : 18 OKTOBER 2014
ASISTEN                   : ANDI SRI RAHAYU KASMA



logo-unhas-hitam-putih.jpg





LABORATORIUM KIMIA BIOFISIK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN

I.1  Latar Belakang
       Kepulauan Indonesia dengan daerah kontinental dengan perairan campuran arus dari Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik dan dengan perairan darat yang luas, kaya akan sumber-sumber perikanan. Dua juta orang, atau 5% dari tenaga kerja seluruh bangsa, mendapatkan penghidupan dari hasil perikanan sepenuhnya atau sebagian. Akan tetapi produksi ikan tahunan hanya sedikit di atas satu juta ton sedang potensi hasil maksimal kira-kira 8 juta ton dari laut dan  perikanan darat. Perikanan hanya memberikan andil yang kecil pada penghasilan nasional yaitu kurang dari 3%, tetapi produk ikan merupakan sumber protein hewani utama dalam negara meskipun konsumsi ikan per tahun hanya 10 kg perkapita (Buckle, dkk.,  2010).
       Banyak sekali komoditi pangan yang dihasilkan dari perairan antara lain ikan, udang, kepiting, kerang/tiram, tripang, cumi-cumi, rumput laut, dan lain sebagainya. Pada umumnya ikan lebih banyak dikenal daripada hasil perikanan lainnya karena jenis tersebut yang paling banyak ditangkap dan dikonsumsi. Sebagai bahan pangan, kedudukan ikan menjadi sangat penting karena mengandung protein cukup tinggi sehingga sering digolongkan sebagai sumber protein (Muchtadi, dkk., 2013).
       Ikan sebagai salah satu sumberdaya gizi hasil laut mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (basah sekitar 17% dan kering 40%). Susunan asam amino dalam di dalam ikan cukup baik, sehingga mutu gizinya setingkat dengan pangan hewani asal ternak seperti daging dan telur (Khomsan, 2010).
        Kandungan lemak ikan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan  komoditi pangan hewani lainnya. Namun, sebagian asam lemak pada ikan berupa asam lemak omega-3 yang sangat penting untuk proses tumbuh kembang sel-sel saraf termasuk sel otak (Khomsan, 2010).
       Di  masyarakat  yang  belum   maju   teknologinya, ikan   diperdagangkan
 sebagai ikan segar (ikan basah) atau sebagian ikan kering, baik di asin ataupun tidak. Pada ikan yang cukup besar perut ikan diiris dan seelah dibuka dibuang isi perutnya lalu dibersihkan. Badan ikan dapat pula dibelah dari bagian punggungnya, sehingga menjadi lembaran yang tipis. Pada ikan yang tidak di asin, ikan yang telah dibelah dan dicuci, ikan yang telah dibelah dan dicuci, langsung dijemur di panas matahari, sambil dibalik pada jangka waktu tertentu. Kalau matahari bersinar cukup terik, maka pengeringan akan berlangsung cukup cepat. Sebaliknya, bila sinar matahari kurang pengeringan akan terhambat dan proses pembusukan oleh bakteri-bakteri akan meningkat (Sediaoetama, 2010).
       Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ikan memiliki kandungan protein yang tinggi. Banyak jenis ikan dan dapat diolah menjadi berbagai masakan maupun produk yang diawetkan. Oleh sebab itu, percobaan ini perlu dilakukan.

I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini ialah sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui struktur fisik dan sifat ikan dan hasil perikanan lain.
2.         Untuk menghitung bagian yang dapat dimakan dari ikan dan hasil perikanan lain.
3.         Untuk mengetahui komposisi zat gizi ikan dan hasil perikanan lain.
4.         Untuk mengetahui kesegaran ikan dan hasil perikanan lainnya.
5.  Untuk mengenal hasil olahan ikan dan hasil perikanan lainnya.

I.3 Manfaat Percobaan
       Adapun manfaat dari percobaan ini adalah:
1. Praktikan dapat mengetahui struktur fisik dan sifat ikan dan hasil perikanan lain.
2. Praktikan dapat menghitung bagian yang dimakan dari ikan dan hasil perikanan lain.
3. Praktikan dapat mengetahui komposisi zat gizi dari ikan dan hasil perikanan lain.
4. Praktikan dapat mengetahui tingkat kesegaran ikan dan hasil perikanan lain.
5. Praktikan dapat mengetahui hasil olahan ikan dan hasil perikanan lain.



























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

       Menurut tempat hidupnya, ikan terbagi dalam tiga golongan yaitu ikan laut, ikan darat, dan ikan migrasi. Ikan laut adalah ikan yang hidup dan berkembangbiak di air asin (laut, samudera, selat). Golongan ikan laut ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu ikan pelagik dan ikan demersal. Ikan pelagik adalah ikan yang hidup di daerah permukaan, misalnya ikan tongkol, mackerel, lemuru, ikan terbang, dan herring. Golongan ikan yang hidup di dasar atau tempat yang lebih dalam disebut ikan demersal, misalnya cod, kakap, dan hiu (Muchtadi, dkk., 2013).
       Ikan laut adalah ikan yang hidup dan berkembang di air asin (laut, samudera, dan selat). Ikan laut umumnya mempunyai daging yang padat, enak rasanya, tidak berduri antara daging, dan menimbulkan rasa/bau yang sedap. Ikan darat adalah ikan yang biasa hidup dan berkembang biak di air tawar seperti, sungai, danau, kolam, sawah, dan rawa. Ikan darat dagingnya tidak terlalu padat, lebih banyak mengandung air dalam keadaan masak, mudah hancur kalau dimasak (Sirajuddin, dkk., 2014).
       Secara luas, ikan dapat dikelompokkan menjadi ikan berdaging merah dan berdaging putih. Ikan berdaging putih pada umumnya dianggap lebih baik bagi kesehatan daripada ikan berdaging merah, karena ikan berdaging merah biasanya lebih cepat teroksidasi. Ikan jenis ini lebih mudah teroksidasi karena mengandung banyak zat besi. Ikan tuna dan ikan cakalang disebut ikan berdaging merah karena jaringan ototnya berwarna merah. Warna merah tersebut muncul karena otot-otot ikan ini mengandung protein khusus yang disebut mioglobin (Shinya, 2013).
       Mioglobin adalah protein berbentuk bulat yang menyimpan oksigen dan terbentuk dari rantai polipeptida, yang merupakan asam amino dan poliferin, yaitu sejenis zat besi. Mioglobin juga terdapat dalam otot-otot hewan yang berenang dibawah air untuk jangka waktu lama, seperti lumba-lumba, ikan paus, dan anjing laut. Ini terjadi karena mioglobin dapat menyimpan oksigen dalam sel hingga oksigen tersebut diperlukan untuk metabolisme (Shinya, 2013).
       Ikan tuna dan ikan cakalang memiliki banyak mioglobin karena mereka berenang di samudera dengan kecepatan tinggi sehingga otot-otot mereka perlu terus-menerus dialiri oksigen dalam jumlah besar. Untuk mencegah kekurangan oksigen, mereka memliki mioglobin dalam jumlah besar dalam otot mereka. Oleh karena itu mengandung banyak mioglobin, ikan berdaging merah ini langsung teroksidasi saat diiris dan bersentuhan dengan udara. Inilah alasannya ikan berdaging merah relatif dianggap tidak sehat. Di lain pihak, ikan berdaging putih tidak mengandung mioglobin. Oleh karenanya, jika dipotong-potong dan difilet, ikan berdaging putih tidak terlalu cepat teroksidasi (Shinya, 2013).
       Komposisi zat-zat gizi dalam berbagai jenis ikan, kira-kira sama. Perbedaan sering didapat pada kadar lemak. Ikan yang hidup di laut mempunyai kadar lemak tinggi, sedangkan yang hidup di daerah perairan panas, kadar lemaknya lebih rendah (ikan daerah laut tropik) (Sediaoetama, 2010).
       Ikan diperairan panas juga mengandung lemak lebih tinggi dibandingkan dengan ikan berukuran kecil atau sedang diperairan yang sama. Ikan yang melakukan hibernasi, seperti yang hidup di dalam lumpur saat kondisi air menjadi kering akan menimbun lemak terlebih dahulu sebelum menyusup ke dalam lumpur untuk melakukan hibernasi tersebut (Sediaoetama, 2010).
       Ikan gurame, kancra, dan ikan nila maupun ikan lele dan belut yang besar akan terasa lebih gurih karena kadar lemaknya yang tinggi. Ikan laut yang besar-besar dan mengandung banyak lemak merupakan sumber kaya vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A dan vitamin D. Ikan kecil mempunyai kelebihan sifat, yaitu karena dikonsumsi seluruh tubuhnya termasuk tulangnya (ikan teri), maka ikan kecil ini merupakan sumber zat kapur (Ca) yang baik sekali bagi anak-anak yang sedang tumbuh dan bagi ibu hamil yang sedang menyusui (Sediaoetama, 2010).
       Beberapa hasil perikanan lain diantaranya:
1.    Udang
       Seperti halnya  ikan, udang  terdiri  dari  kepala,  perut  dan  ekor. Seluruh
bagian ini terbungkus oleh lapisan kulit yang transparan. Bagian yang biasa dimakan adalah bagian perut (Sirajuddin, dkk., 2014).
       Dalam keadaan segar udang kelihatan mengkilap dan transparan. Udang yang sudah mati cepat sekali menjadi busuk dan warnanya menjadi putih keruh (Sirajuddin, dkk., 2014).
2.    Kepiting
       Kepiting bisa dihasilkan dari laut dan darat. Kepiting laut agak berbeda bentuk fisiknya, tetapi pada dasarnya sama yaitu seluruh tubuhnya terbungkus oleh kulit yang keras. Kulit kepiting terdiri dari kitin yang banyak mengandung kalsium karbonat dan kalsium fosfat (Sirajuddin, dkk., 2014).
       Kepiting segar berwarna hijau dan warnanya berubah menjadi merah apabila direbus. Bagian yang dapat dimakan adalah dagingnya yang terdapat dalam badan/perut, kaki dan  penjepitnya. Stuktur kepiting terdiri dari badan/perut yang berkaki dan berpenjepit (Sirajuddin, dkk., 2014).
3.    Cumi-cumi
       Cumi-cumi berbentuk silinder dan warnanya putih keunguan. Pada bagian kepala terdapat tangan-tangan penangkap mangsa. Cumi-cumi mampu menghasilkan zat tinta berwarna ungu gelap untuk menghindari dari kejaran musuhnya. Bagian badannya licin, tidak bersisik dan tidak berlubang, praktis seluruh tubuhnya dapat dimakan (Sirajuddin, dkk., 2014).
4.    Ikan Mas
       Ikan Mas atau ikan Karper (Cyprinus carpio Linn) adalah jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah banyak dibudidayakan serta dikembangkan untuk kegiatan bisnis pondok-pondok pemancingan di lokasi wisata. Di Indonesia, ikan mas memiliki beberapa nama kedaerahan seperti: kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, dan ameh. Ikan  mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150-600 meter di atas permukaan laut dan pada suhu antara 25-300C. Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dengan aliran air yang tidak terlalu besar seperti di pinggiran-pinggiran sungai atau danau. Oleh sebab itu ikan mas banyak diusahakan oleh para petani sebagai usaha sampingannya (Hasrati dan Rini, 2010).
       Secara morfologis, ikan mas mempunyai bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik berukuran besar dengan tipe sisik sikloid,berwarna hijau, biru, merah, kuning keemasan atau kombinasi dari wama-warna tersebut sesuai dengan rasnya (Hasrati dan Rini, 2010).
5.    Kerang-kerang
       Kerang-kerangan banyak sekali jenisnya, ada yang hidup di laut dan ada yang di air tawar (sungai). Kerang atau tiram biasanya hidup di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir (Muchtadi, dkk., 2013).
       Kerang berbentuk agak bulat atau lonjong dengan ukuran yang bervariasi. Pada dasarnya daging kerang yang dibungkus oleh sepasang kulit keras yang tersusun dari kapur dan garam-garam mineral. Kulit kerang dapat dimanfaatkan untuk hiasan, makanan ternak dan kapur (CaO). Bagian kulit beratnya mencapai 60-80% dari seluruh berat kerang (Muchtadi, dkk., 2013).
6.    Tripang
       Tripang berbentuk silinder berduri yang berdiameter beberapa sentimeter. Warna tripang hitam sampai cokelat. Seluruh bagian badan tripang dapat dimakan. Tripang segar mempunyai badan yang kenyal. Jika tripang mengalami pembusukan maka badannya tidak kenyal lagi dan bentuknya tidak rata. Di samping itu, di seluruh permukaan badannya akan timbul lendir yang mengeluarkan bau busuk (Muchtadi, dkk., 2013).
      Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan oleh daging mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera setelah rigor mortis selesai. Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya rendah sehingga rigor mortis berlangsung sangat cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6,4-6,6 serta tingginya bakteri yang terkandung dalan perut ikan. Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil metabolism protein (Muchtadi, dkk., 2013).
       Pembusukan menyebabkan bahan pangan menurun mutunya bahkan tidak layak dikonsumsi. Hal ini disebabkan karena terjadi penyimpanan sifat sensori (warna, tekstur, bau, dan rasa) yang tidak diinginkan serta kemungkinan menyebabkan penyakit. Pembusukan dapat diamati secara subyektif dan obyektif. Pengamatan subyektif dilakukan melalui uji sensori, sedangkan pengamatan obyektif menggunakan cara analisis kimia atau mikrobiologi (Muchtadi, dkk., 2013).
     Berikut adalah tabel perbedaan ikan segar dan ikan busuk (Buckle, dkk, 2009) :
Segar
Busuk atau rusak
Kulit dan warna cerah.
Sisik melekat dan kuat.
Mata jernih, tidak terbenam atau berkerut.
Daging keras, lentur, tekanan oleh jari tidak tinggal.
Bau: segar pada bagian luar dan insang.
Sedikit lendir pada kulit.
Tubuh kaku atau diam.
Ikan tenggelam dalam air.
Warna buram dan pucat.
Sisik lepas.
Mata buram, berkerut, masuk.

Dagingnya kendur dan lunak, tekanan oleh jari tinggal
Bau: busuk atau asam terutama insang.

Kulitnya berlendir.
Tubuh lunak dan mudah melengkung.
Ikan terapung jika sudah busuk sekali.
       Cara-cara yang digunakan untuk mengawetkan ikan bertujuan untuk mencegah kerusakan. Tiga teknik yang umumnya dipakai yaitu (Buckle, dkk., 2009) :
1)      Cara-cara penggunaan suhu seperti panas yang pengalengan dan suhu rendah dalam pendinginan dan pembekuan.
2)      Cara-cara kimiawi yang menyangkut penggunaan garam dan cuka.
3)      Pengeringan baik secara alami atau buatan.
       Kombinasi dari teknik-teknik di atas sering dipergunakan dalam pelaksanaannya. Proses pemanasan yang cukup untuk membuat ikan dalam kaleng steril komersial dilaksanakan dengan cara yang sama seperti pada produk-produk lain. Ikan dapat dikalengkan dalam minyak, saus, air asin, atau tanpa campuran dan tentu saja stabil dan tidak rusak dalam jangka waktu tak terbatas. Bakteri laut yang terdapat pada ikan tumbuh di antara jarak suhu yang luas. Jadi sementara suhu pertumbuhan optimum mungkin sekitar 200C, beberapa bakteri masih dapat tumbuh pada suhu serendah -100C (Buckle, dkk., 2010).
       Pendinginan dengan memanfaatkan suhu es kira-kira 00C hanya dapat menunda kerusakan dan ikan yang dikemas dalam es kesegarannya tidak akan tahan lebih dari 12 sampai 14 hari meskipun dengan pengelolaan yang paling baik. Pendinginan banyak dipakai pada kapal penjala (trawler) untuk mengawetkan ikan supaya bertahan dalam keadaan baik untuk pasaran ikan segar (Buckle, dkk., 2010).
       Penggaraman merupakan bentuk pengawetan kuno yang masih banyak digunakan sampai sekarang. Cara penggaraman berbeda dari negara satu dan negara lain. Tetapi secara umum ada dua cara yang digunakan yaitu: penggaraman kering, dimana garam dihamburkan antara lapisan ikan yang telah diambil isi perutnya dan dibersihkan. Biasanya cairan yang keluar dibiarkan terbuang. Perbandingan garam terhadap ikan bervariasi antara 10 sampai 35%. Garam menarik air pada waktu meresap mengakibatkan denaturasi protein. Daging menjadi berwarna keruh (opaque) dan tidak lengket serta menjadi mudah hancur. Proses ini memakan waktu selama 14 – 16 hari, kadar garam pada daging naik menjadi kira-kira 20 dan ikan kehilangan 30% dari berat semula. Produk ikan yang digarami dan disebut green cure kemudian dikeringkan sampai keras dengan alat pengering buatan ataupun di udara terbuka. Penggaraman basah (wet atau pickle curing), dimana ikan yang telah diambil isi perutnya dan dibersihkan diletakkan dalam tong berisi larutan yang terdiri dari garam dan cairan ikan. Proses ini selesai kira-kira dalam 20 hari (Buckle, dkk., 2010).
       Pada ikan yang dikeringkan baik di asin maupun tidak, sedikit terjadi pembusukan yang dikenal dengan baunya yang khas. Pembusukan ini terjadi karena ketika sedang dikeringkan, terkontaminasi oleh mikroba. Ikatan-ikatan kimia yang terjadi pada proses pembusukan ada yang menimbulkan keluhan gastrointenstinal pada mereka yang tidak biasa mengonsumsinya (Sediaoetama, 2010).
BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1  Alat dan Bahan
III.1.1    Struktur Fisik dan Sifat Ikan dan Hasil Perikanan Lain
       Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah pisau dan talenan.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah ikan cakalang, udang, cumi-cumi, hand scun, sabun dan tissue.

III.1.2    Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah timbangan, pisau, dan talenan.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah ikan cakalang, udang, cumi-cumi, sabun dan tissue.

III.1.3    Komposisi Zat Gizi
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah DKBM dan kalkulator.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah ikan cakalang, udang, cumi-cumi, sabun dan tissue

III.1.4    Kesegaran (Ikan)
A. Pengamatan Secara Subyektif          
       Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah pisau talenan dan hand scun.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah ikan cakalang, udang, cumi-cumi, sabun dan tissue.



B. Pengamatan Secara Obyektif
1.      Uji Postma
       Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah pisau, talenan, cawan petri 100 mm, , gelas piala 250 ml arloji atau stopwatch, pipet tetes dan penangas air.
       Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah
MgO, ikan cakalang, udang, cumi-cumi, kertas lakmus merah, kertas saring, sabun dan tissue.
2.      Uji H2S
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah cawan petri beserta penutupnya, stopwatch atau arloji, pisau, talenan, dan pipet tetes.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah larutan Pb-asetat 10%, kertas saring, cakalang, udang, cumi-cumi, sabun, dan tissue,

III.1.5    Pengenalan Hasil Olahan Ikan
       Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah  DKBM, dan kalkulator.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah sarden, bakso ikan, ikan asin, sabun dan tissue.

III.2  Prosedur Kerja
III.2.1    Struktur Fisik dan Sifat Ikan dan Hasil Perikanan Lain
1.   Diamati bentuk masing-masing hasil perikanan dan digambar bentuk utuhnya.
2.   Dilepaskan bagian sisik dan kulit. Diamati bagian dalam atau dagingnya.



III.2.2    Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan
A. Ikan Cakalang
1.    Dicuci sampai bersih dan ditimbang berat utuhnya.
2.    Dipisahkan bagian sisik, ekor, sirip, kepala, insang, serta isi perutnya.
3.    Dipisahkan dagingnya dan dicuci sampai bersih dan ditiriskan.
4.    Ditimbang berat daging dan dihitung persentase berat daging terhadap berat utuh.
5.    Dicatat hasil perhitungan pada tabel hasil pengamatan.
B.  Udang
1.    Dicuci bahan sampai bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang berat utuh masing-masing bahan.
2.    Dipisahkan bagian kulit kepalanya.
3.    Ditimbang berat bagian yang layak untuk dimakan.
4.    Dinyatakan sebagai persentase terhadap berat utuh.
5.    Dicatat hasil perhitungan pada tabel hasil pengamatan.
C. Cumi-Cumi
1.    Dicuci bahan sampai bersih kemudian ditiriskan.
2.    Ditimbang berat utuhnya.
3.    Dibuang isi perutnya, dicuci sekali lagi, dan ditiriskan.
4.    Ditimbnag beratnya.
5.    Dinyatakan berat bagian yang layak untuk dimakan sebagai persentase terhadap berat utuh.
6.    Dicatat hasil perhitungan pada tabel hasil pengamatan.

III.2.3    Komposisi Zat Gizi
1.   Dihitung kandungan zat gizi dari bahan yang sudah diamati secara perhitungan konversi dengan DKBM.
2.   Dicatat hasil perhitungan dan dimasukkan ke dalam tabel hasil pengamatan.

III.2.4    Kesegaran (Ikan)
A. Pengamatan Secara Subyektif
1.    Dilakukan pengamatan secara subyektif terhadap warna, mata, kulit, tekstur, sisik, insang, dan aroma.
2.    Dicatat haasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan.
B.  Pengamatan Secara Obyektif
1.    Uji Postma
1.         Dihancurkan daging ikan dengan waring belender dengan ditambahkan aquades 10 kali bagian daging. Selanjutnya hancuran tersebut disaring untuk mendapatkan filtratnya.
2.      Ditempelkan kertas lakmus merah pada bagian dalam tutup cawan petri diletakkan pada bagian penangas air bersuhu 50-600C.
3.         Dimasukkan 10 ml filtrat kedalamanya dan ditambahkan 0,1 gr MgO. Cawan petri segera ditutup.
4.         Diperhatikan selama 3-5 menit perubahan warna kertas lakmus dari merah muda menjadi biru muda.
5.         Bila terjadi perubahan warna kertas lakmus merah menjadi biru menandakan adanya pembebasan NH3 yang berarti ikan mulai membusuk.
2.    Uji H2S
1.    Dipotong ikannya sebesar kacang tanah, dan ditaruh di dalam cawan petri.
2.    Ditutup dengan kertas saring dan ditetesi dengan larutan Pb-asetat.
3.    Ditutup cawan petri, tapi dibiarkan sedikit terbuka.
4.    Ditunggu kira-kira 3-5 menit dan diperhatikan terbentuknya warna coklat pada bekas tetesan Pb-asetat.
5.    Dicatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan.
III.2.5    Pengenalan Hasil Olahan Ikan
1.   Dilakukan pengujian secara organanoleptik meliputi warna, tekstur, bau, rasa, serta komposisi pada label.
2.   Ditentukan mutu dari masing-masing bahan secara organoleptik.
3.   Dihitung kandungan zat gizinya yang meliputi kalori, lemak, protein, vitamin, dan mineral setiap 100 gr bahan secara perhitungan dengan DKBM.
4.   Dicatat hasil pengamatan dan perhitungan pada tabel hasil pengamatan.















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Pengamatan
IV.1.1 Struktur Fisik dan Sifat Ikan dan Hasil Perikanan Lain
No.
Bahan
Warna
Bau
Gambar
1.
Ikan
Silver (bagian bawah)
Abu-abu gelap (bagian atas)
Amis



2.
Cumi-cumi
Ungu kemerahan
Amis



3.
Udang
Abu-abu muda
Amis

                                                                                           
IV.1.2 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan
No.
Bahan
Berat Utuh
(gr)
Berat Setelah Dibersihkan (gr)
% Berat yang Dapat Dimakan
1.
Ikan
125,00
101,62
81,296 %
2.
Cumi-cumi
36,40
36,00
100 %
3.
Udang
12,31
7,99
65 %







IV.1.3 Komposisi Zat Gizi
Komposisi
Zat Gizi
Ikan Cakalang
Udang
Cumi-cumi

Air (gr)
74,1826
29,92
5,992

Energi (kalori)
108,733
27,3
7,27

Protein (gr)
19,917
5,86
1,67

Lemak (gr)
0,711
0,025
0,016
KH (gr)
5,589
0,036
0,008
Kalsium (mg)
23,373
11,65
10,87
Besi (mg)
2,947
0,655
0,64
Fosfor (mg)
245,92
72,8
13,58
Natrium (mg)
67,07
-
-
Kalium (mg)
242,87
-
-
Zn (mg)
0,609
-
-
Betakaroten (mg)
-
-
-
Tiamin (mg)
0,017
0,03
0,0008
Riboflafin (mg)
0,05
-
-
Niasin (mg)
0
-
-
Vit C (mg)
0,203
-
-
Tembaga (mg)
1,219
-
-
Abu (mg)
-
0,33
0,295
Serat (mg)
392,25

-
Retinol (RE)
-
-
1,44
Karoten (mg)
-
-
-






IV.1.4 Kesegaran Ikan
Bahan
Uji H2S
Uji Postma
Ikan Cakalang
Segar
Segar
Udang
Segar
Segar
Cumi-cumi
Segar
Segar

IV.1.5 Pengenalan Hasil Olahan Ikan

Bahan
Warna
Tekstur
Bau
Rasa
Ikan Sarden
Warna kuah (orannye), warna daging krem kemerahan
Lembek dan mudah hancur
Amis bercampur rempah
Gurih, pedas, dank has ikan
Bakso Ikan
Putih
Kenyal
Amis
Ikan, gurih
Ikan Kering
Kuning kecoklatan
Keras dan kasar
Amis
Ikan











IV.1.5 Kandungan Zat Gizi
Komposisi
Zat Gizi
Bakso Ikan
Ikan Kering
Ikan Sarden
Protein (gr)
6,75
31,5
15,825
KH (gr)
6,75
-
0,75
Serat (mg)
-
-
-
Gula
2,25
-
-
Lemak
2,25
1,125
20,25
Lemak Jenuh
1,875
-
-
Kolesterol
-
-
-
Vit A (mg)
-
-
57
Vit C (mg)
-
-
-
Kalsium (mg)
9,75
150
265,5
Natrium
735
-
-
Zat Besi (mg)
-
0,0075
2,625
Air
-
30
35,325

IV.2 Perhitungan
A.  Bagian yang Dapat Di makan
Rounded Rectangle: % Berat yang dimakan  =  (Berat setelah di bersihkan)/(Berat utuh)   × 100%Rumus =



1.    Ikan cakalang               :
2.    Cumi-cumi                    :
3.    Udang                           :
B.  Komposisi Zat Gizi
               Rumus :


Rounded Rectangle: komposisi zat gizi= ( BDD)/gr x DKBM
 



1.    Ikan cakalang (101,62 g)
a.    Air                     =  
b.    Energi                =           kkal
c.    Protein               =           g
d.   Lemak               =         
e.    KH                    =             g
f.     Serat                  =                 g
g.    Abu                   =            mg
h.    Kalsium             =            
i.      Fosfor                =           = 245,920
j.      Besi                   =             mg
k.    Natrium             =            
l.      Kalium              =           
m.  Tembaga            =            
n.    Seng                  =           
o.    Retinol              =          
p.    B.Karoten         =              
q.    Karoten             =              
r.     Tiamin               =          
s.     Riboflavin         =         mg
t.     Niasin                =         mg 
u.    Vit C                            mg
2.      Cumi-cumi (36,40 g)
a.    Air                     =   82,2         
b.    Energi                =                kkal
c.    Protein               =              g
d.   Lemak               =                g
e.    KH                    =                g
f.     Serat                  =                   g
g.    Abu                   =                g
h.    Kalsium            =               
i.      Fosfor                =              mg
j.      Besi                   =              mg
k.    Natrium             =              
l.      Kalium               =              
m.  Seng                   =               
n.    Retinol               =               
o.    B Karoten          =               
p.    Karoten total      =              
q.    Tiamin               =            
r.     Riboflavin         =             mg
s.     Niasin                =           
t.     Vit C                 =                mg
3.      Udang  (100 g)
a.    Air                     =   75              
b.    Energi                =                 kkal
c.    Protein               =                  g
d.   Lemak               =                 g
e.    KH                    =                 g
f.     Serat                  =                   g
g.    Abu                   =                 g
h.    Kalsium            =              
i.      Fosfor                =               mg
j.      Besi                   =                   mg
k.    Natrium             =                
l.      Kalium               =               
m.  Seng                   =                
n.    Retinol               =             
o.    B Karoten          =                
p.    Karoten total      =               
q.    Tiamin               =              
r.     Riboflavin         =             mg
s.     Niasin                =           
t.     Vit C                 =                mg

IV. 3 Gambar Hasil
IV.3.1 Pengamatan Struktur Fisik dan Sifat Ikan dan Hasil Perikanan Lain
Rounded Rectangle: Cumi-cumiRounded Rectangle: Udang Rounded Rectangle: Ikan Cakalang                     IMG20141101093217                    

IV.3.2 Menghitung Bagian Dapat Dimakan
Rounded Rectangle: Ikan CakalangRounded Rectangle: Cumi-cumiRounded Rectangle: Udang  

IV.3.3 Kesegaran
20141101_102351
IV.3.3 Pengenalan Hasil Olahan Ikan
Rounded Rectangle: SardenRounded Rectangle: Bakso ikanRounded Rectangle: Ikan asin 2014-11-01 09.42.34  


IV.4 Pembahasan
IV.4.1 Struktur Fisik dan Sifat Ikan dan Hasil Perikanan Lain
       Pada pengamatan struktur fisik dan sifat ikan dan hasil perikanan lain, masing-masing diamati bentuk, warna, serta baunya. Diperoleh hasil yaitu ikan cakalang pada bagian bawah berwarna silver dan bagian atas berwarna abu-abu gelap, cumi-cumi berwarna ungu kemerahan dan udang berwarna abu-abu muda. Sedangkan bau pada ketiga bahan yaitu berbau amis. Ikan cakalang berbentuk memanjang dan sedikit pipih. Cumi-cumi berbentuk silinder, pada bagian kepalanya terdapat tangan-tangan penangkap mangsa, bagian badannya licin, tidak bersisik, dan tidak bertulang. Udang mempunyai bentuk yang melengkung, pada bagian badannya dilapisi oleh lapisan kulit transparan.
       Sebenarnya ikan dan hasil perikanan lain tidak berbau amis ketika baru diangkat dari laut, ketika dagingnya masih benar-benar segar. Bau amis ikan berasal dari hasil penguraian (dekomposisi), terutama amonia, berbagai senyawa belerang, dan bahan kimia bernama amina yang berasal dari hasil penguraian asam amino dan juga dipengaruhi oleh aksi enzim dan bakteri. Amina dan amonia adalah basa yang hanya dapat dinetralkan oleh asam, karenanya orang sering menggunakan irisan buah lemon yang mengandung asam sitrat ketika menghidangkan masakan dari produk laut.
       Ikan dan hasil perikanan mempunyai warna yang berbeda-beda, hal ini karena kandungan pigmen yang ada didalamnya. Pigmen yang terdapat pada ikan berupa senyawa yang larut dalam lemak antara lain karetonoid, xantofil, astaxanthin, dan taraxanthin yang warnanya bervariasi antara kuning sampai merah. Namun, pada umumnya diskolorisasi (perubahan warna) terjadi pada senyawa pigmen mioglobin dan hemoglobin yang disebabkan oleh oksidasi. Hal ini akan terjadi setelah ikan mati beberapa waktu lamanya.
IV.4.2 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan
       Pada penghitungan bagian yang dapat dimakan dari ikan dan hasil perikanan lain diperoleh hasil persentase ikan cakalang 81,296%, cumi-cumi  100%, dan udang 65%.
       Berat awal ikan cakalang 125 gram, setelah dipisahkan bagian sisik, ekor, sirip, kepala, insang serta isi perutnya diperoleh berat daging sebanyak 101,62 gram. Berat awal pada udang 12,31 gram, setelah dipisahkan bagian kulit atau cangkang, dan kepala udang, diperoleh berat dagingnya sebanyak 7,99 gram. Sedangkan pada cumi-cumi persentase bagian yang dapat dimakan lebih besar daripada ikan cakalang dan udang. Hal ini karena hamper semua bagian cumi-cumi dapat dimakan termasuk kulit, kepala, tangan dan cumi tidak mempunyai tulang. Namun, saat percobaaan terjadi kesalahan seharusnya bagian isi perut cumi-cumi dibuang karena merupakan bagain yang tidak dapat dimakan. Sehingga hasil yang didapatkan pun seharusnya  tidak 100%.

IV.4.3 Komposisi Zat Gizi Ikan dan Hasil Perikanan lain
       Pada percobaan komposisi zat gizi ikan dan hasil perikanan lain yaitu ikan cakalang, cumi-cumi, dan udang dengan perhitungan konversi komposisi zat gizi yang ada pada DKBM. Komposisi zat tersebut adalah air, energi, protein, lemak, KH, kalsium, besi, fosfor, natrium, kalium, Zn, betakaroten, tiamin, riboflafin, niasin, vitamin C, tembaga, abu, serat, retinol, dan karoten.
       Setelah perhitungan, diperoleh hasil zat gizi berupa air, energi, protein, lemak, KH, kalsium, besi, fosfor, tiamin, dan abu terdapat pada semua bahan. Kandungan protein tertinggi yaitu pada ikan cakalang sebanyak 19,917 gram, kedua udang 5,86 gram, dan ketiga cumi-cumi 1,67 gram.
        Meskipun sering dikatakan bahwa daging ikan merupakan sumber protein dan lemak, tetapi komposisinya sangat bervariasi antara ikan yang satu dengan ikan yang lainnya. Adanya variasi dalam komposisi, baik jumlah maupun komponen penyusunnya disebabkan karena faktor alami dan biologis. Faktor biologis (intrinsik), yaitu faktor-faktor yang berasal dari jenis (individu) ikan itu sendiri. Yang termasuk faktor ini antara lain: jenis atau golongan ikan, umur dan jenis kelamin. Jenis atau golongan ikan merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap variabilitas komposisi daging ikan. Masing-masing jenis ikan bahkan masing-masing individu ikan meskipun termasuk dalam satu jenis, komposisi kimianya dapat berbeda. Adanya variabilitas ini kadang-kadang sulit untuk dilakukan generalisasi. Peranan umur dalam variabilitas komposisi kimiawi tampak nyata pada kandungan lemak daging ikan. Makin tua ikan, kandungan lemaknya cenderung makin banyak. Sedangkan pengaruh jenis kelamin terutama erat hubungannya dengan kematangan seksual atau kedewasaannya. Pada umumnya apabila makin aktif gerakannya akan mendorong ikan untuk memenuhi kebutuhan energinya dengan banyak makan. Demikian pula kebiasaan ikan (habitat) sangat mempengaruhi komposisi dagingnya.
IV.4.4 Uji Kesegaran Ikan dan Hasil Perikanan Lain
1. Uji Postma
       Pada percobaan uji kesegaran ikan dengan menggunakan uji postma diperoleh hasil bahwa ikan cakalang, udang, dan cumi-cumi dalam keadaan segar.
   NH3 + MgO             NH3OH
 
       Pada uji postma masing-masing daging ikan dan hasil perikanan lain dihancurkan dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:10. Filtratnya disaring, ditambahkan MgO kemudian dipanaskan. Saat dipanaskan ditempelkan kertas lakmus sebagai indikator yang dapat menentukan segar atau tidaknya daging ikan dan hasil perikanan lain yang diuji, apabila terjadi perubahan warna pada kertas lakmus dari merah muda menjadi biru muda hal tersebut menendakan bahwa adanya pembebasan NH3 yang menunjukkan daging mulai membusuk. Reaksi yang terjadi pada uji postma adalah
2. Uji H2S
       Pada percobaan uji kesegaran ikan dengan menggunakan uji H2S diperoleh hasil bahwa ikan cakalang, udang, dan cumi-cumi dalam keadaan segar.
Flowchart: Process: Pb(CH3COOH)2+ H2S                PbS + CH3COO4      Pada pengujian kesegaran ikan dan hasil perikanan lain dilakukan uji H2S. Daging ikan yang telah dipotong kecil ditutupi kertassaring kemudian ditambahkan tetesan Pb Asetat. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa  kertas saring tidak berubah warna menjadi coklat pada ikan cakalang, cumi-cumi, dan udang dengan kata lain daging masih segar. Jika daging ikan dan hasil perikanan lain mengalami kerusakan maka akan timbul warna coklat pada kertas saring. Pada uji H2S terdada reaksi pembentukan warna coklat pada kertas saring yang telah ditetesi Pb asetat 10% tersebut. Reaksi uji H2S::   
IV.4.5 Pengamatan Hasil Olahan Ikan
       Pada pengamatan hasil olahan ikan digunakan bahan yaitu ikan sarden, bakso ikan, dan ikan kering dengan indikator warna, tekstur, bau, dan rasa.
       Ikan sarden berwarna kremkemerahan pada dagingnya dan memiliki kuah berwarna oranye, teksurnya lembek dan mudah hancur, berbau amis bercampur rempah, rasanya gurih, pedas, dan khas ikan. Bakso berwarna putih, kenyal, berbau amis, dan rasanya gurih khas ikan. Ikan kering berwarna kuning kecoklata, keras dan kasar, berbau amis dan rasanya asin.
       Ikan sarden mudah hancur karena proses pemasakan yang lama pada ikan, sehingga tulangnya pun menjadi lunak. Bau amis pada semua hasil olahan berasal dari bahan utama olahan tersebut yaitu ikan. Masing-masing olahan sudah ditambahkan dengan bermacam bumbu rempah-rempah, sehingga memiliki warna dan rasa yang bervariasi serta zat kimia lainnya sebagai pengawet makanan.
IV.4.6 Kandungan Zat Gizi Hasil Olahan Ikan
       Pada percobaan komposisi zat gizi ikan hasil olahan ikan yaitu bakso, ikan kering, dan ikan sarden dengan perhitungan konversi komposisi zat gizi yang ada pada DKBM. Komposisi zat tersebut adalah protein, KH, serat, gula, lemak, lemak jenuh, kolesterol, vitamin A, vitamin C, kalsium, natrium, zat besi dan air.
       Setelah penghitungan diperoleh hasil masing-masing bahan mengandung protein, KH , lemak, dan kalsium, dan beberapa zat lain yang berbeda. Protein tertinggi pada ikan sarden sebanyak 15,825 gram, kedua ikan kering 31,5 gram, dan ketiga bakso ikan sebanyak 6,75 gram. Pada umumnya kandungan zat gizi hasil olahan ikan lebih sedikit daripada komposisi awal ikan sebelum diolah dan diawtkan karena sudah ditambah dengan berbagai zat lain untuk mengawetkan makanan tersebut.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
   Adapun kesimpulan pada percobaan ini adalah:
1.    Pada pengamatan struktur dan sifat fisik, ikan cakalang pada bagian bawah berwarna silver dan bagian atas berwarna abu-abu gelap, cumi-cumi berwarna ungu kemerahan dan udang berwarna abu-abu muda. Sedangkan bau pada ketiga bahan yaitu berbau amis.
2.    Persentase bagian yang dapat dimakan yaitu ikan cakalang 81,296%, cumi-cumi  100%, dan udang 65%.
3.    Komposisi zat gizi yang paling banyak terdapat pada ketiga bahan tersebut adalah air, energi, dan protein.
4.    Pada uji kesegaran ikan dengan menggunakan metode uji H2S dan uji postma semua bahan masih segar.
5.    Pada pengamatan hasil olahan ikan, ikan sarden berwarna kremkemerahan pada dagingnya dan memiliki kuah berwarna oranye, teksurnya lembek dan mudah hancur, berbau amis bercampur rempah, rasanya gurih, pedas, dan khas ikan. Bakso berwarna putih, kenyal, berbau amis, dan rasanya gurih khas ikan. Ikan kering berwarna kuning kecoklata, keras dan kasar, berbau amis dan rasanya asin.
6.    Komposisi zat gizi pada hasil olahan, semua bahan terdapat protein, lemak dan kalsium yang umunya hanya sedikit.

V.2 Saran
1.       Untuk Dosen
       Sekiranya pembelajaran di kelas terlebih dahulu disampaikan sebelum parktik berlangsung di laboratorium untuk menambah referensi dan pemahaman yang lebih.


2.       Untuk Asisten
Sebaiknya asisten memberikan dan menjelaskan informasi lebih ketika praktikum, selama ini hanya beberapa asisten saja yang mau menjawab pertanyaan praktikan. Dan untuk soal TP mohon diberikan lebih awal dari pelaksanaan praktikum supaya dapat mengerjakan dan soal dan belajar secara maksimal.
3.       Untuk Laboratorium
Air di laboratorium sebaiknya tetap mengalir agar kebersihan tetap terjaga.
4.         Untuk Kegiatan Praktikum
Sebaiknya kegiatan praktikum lebih tertib dan teliti lagi, sehingga tidak terjadi kesalahan atau mengulangi percobaan. Dan sebaiknya waktu yang digunakan untuk presentasi sebelum evaluasi ditambahkan lagi, karena waktu yang singkat akan menyebabkan pemahaman kurang.












DAFTAR PUSTAKA

Buckle, dkk., 2010. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

 

Hasrati, Endah dan Rini Rusnawati. 2011. Kajian Penggunaan Ikan Mas terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging Sapi (Cyprinus Carpio Linn). Semarang: Jurnal-jurnal Ilmu Perikanan. Volume 7 nomor 1.

Muchtadi, Tien, dkk,. 2013. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Alfabeta.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2010. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi.  Jakarta: Dian Rakyat.

Shinya, Hiromi. 2007. The Miracle of Enzyime. Bandung: Qanita.

Sirajuddin, dkk. 2014. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Makanan. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.